SALAKAN, RADARSULAWESI – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Banggai Kepulauan (Bangkep), Sulawesi Tengah (Sulteng) atas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2024 telah menuntaskan tugasnya.
Puncaknya, Pansus menyampaikan hasil dari seluruh tahapan pembahasan dan penelitian dokumen tersebut melalui rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD, Rabu 9 Juli 2025.
Juru bicara Pansus Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024 DPRD Bangkep Erik Lauw mengatakan, dokumen Ranperda menyajikan informasi yang transparan dan akuntabel seputar pengelolaan keuangan daerah.
Mencakup realisasi pendapatan, belanja sekaligus pembiayaan, evaluasi terhadap efisiensi, efektivitas serta kesesuaian pelaksanaan APBD yang selaras dengan peraturan perundang-undangan.
Usai meneliti, Pansus menyimpulkan beberapa catatan penting untuk ditindaklanjuti Pemerintah Daerah (Pemda). Tujuannya, untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang transparan, akuntabel, dan efektif demi kepentingan rakyat.
Berikut poin penting hasil pembahasan dan penelitian Pansus:
1. Rekomendasi atas pencermatan kinerja pendapatan daerah:
- Perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola pendapatan, baik yang bersumber dari transfer pusat maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab, ketidakcapaian target pendapatan sebesar Rp40,17 miliar mencerminkan lemahnya akurasi perencanaan serta belum optimalnya kinerja pemungutan oleh OPD terkait
- Asumsi pendapatan dalam APBD harus disusun lebih realistis berbasis tren dan data historis, khususnya dana transfer bersifat syarat salur. Terkait itu, Badan Pendapatan Daerah dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemungut PAD perlu mempercepat digitalisasi sistem penagihan, serta memperluas basis objek pajak dan retribusi.
- Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) wajib memastikan seluruh dokumen pendukung penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) supaya disiapkan tepat waktu. Kepada Inspektorat perlu secara serius melakukan audit triwulanan atas capaian pendapatan untuk mendorong koreksi cepat.
2. Mencermati pengelolaan Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (SILPA) tahun 2024 beserta dampaknya terhadap perencanaan anggran dan pendapatan tahun selanjutnya, maka Pansus merekomendasikan:
- Asumsi pendapatan dan belanja APBD dapat lebih realistis, berbasis capaian tahun sebelumnya agar tidak memunculkan SILPA besar. Kondisi itu akibat target pendapatan yang terlalu tinggi atau belanja yang tidak siap dilaksanakan
- Pengelolaan SILPA penting memperhatikan klasifikasi secara jelas dengan mempedomani pengelolaan yang ideal 3–5 persen dari total APBD.
- Mendorong penggunaan SILPA lebih diarahkan untuk menyelesaikan kewajiban Pemda di tahun sebelumnya secara efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.Â
3. Total piutang daerah tahun 2024 sebesar Rp16.320.785.578,00. Sedangkan total penyisihan piutang sebesar Rp6.760.563.155,00. Artinya, dari total piutang Rp16,32 miliar, Pemda telah mengakui potensi kerugian atau kegagalan penagihan sebesar kurang lebih 41,43 persen.
Untuk efektifitas dan kepastian hukum dan status piutang, Pansus akhirnya merekomendasikan:
- Perbaharui dan klasifikasikan seluruh piutang. Yakni dengan membedakan antara piutang yang masih dapat ditagih dengan yang telah macet lebih dari tiga tahun. Pansus juga mendesak tindaklanjuti secara aktif piutang daripihak ketiga dan retribusi BLUD melalui mekanisme penagihanterjadwal.
- Mendorong Inspektorat dan BPKAD menyusun daftar piutang prioritas yang realistis untuk ditagih pada 2025. Serta mengevaluasi kembali rasio penyisihan piutang tak tertagih yang telah melebihi 40 persen agar sesuai prinsip akuntansi dan regulasi.
- Jika perlu laksanakan penghapusan piutang macet secara selektif dan akuntabel, berdasarkan kriteria yang sahih (lebih dari tiga tahun, tidak ada dasar hukum tagih, atau hasil audit menyatakan tidak dapat dipulihkan), dengan persetujuan DPRD sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006.
4. Serapan anggaran OPD yang sangat rendah. Sebarannya di Dinas Pekerjaan Umum (26,67 persen) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (17,78 persen).
Salah satu alasan yang sering disampaikan adalah asumsi kurang salur DAK. Namun, berdasarkan pengalaman dan praktik pengelolaan APBD secara umum, faktor seperti belum terpenuhinya dokumen prasyarat yang semestinya disiapkan, keterlambatan dalam proses pengadaan barang dan jasa, serta perencanaan yang tidak matang.
Dengan demikian, maka Pansus DPRD merekomendasikan:
- Evaluasi perencanaan kesiapan program sejak awal tahun, termasuk dokumen teknis dan syarat penyaluran dana transfer
- Fokuskan pengawasan dan realokasi pada kegiatan yang tidak siap, serta perkuat Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana di OPD strategis
5. Laporan Operasional menunjukkan perbandingan rasio. Dimana beban rasio pendapatan di atas 100  persen, Beban pegawai dan barang atau jasa lebih dari 71 persen dari pendapatan.
Disamping itu, ada kekurangan anggaran sebesar kurang lebih 6 persen dari total pendapatan operasional daerah yang masih tertutupi oleh SILPA dan pos non-operasional negatif. Dengan demikian Pansus rekemendasin:
- Mendorong uapaya efisiensi belanja rutinÂ
- Mengoptimalkan belanja publik dibiayai oleh pendapatan rutinÂ
- Memperkuat sumber pendapatan daerah berbasis layanan
- Mengendalikan pos luar biasa dan beban non-operasional
Keseluruhan penyampaian hasil kerja Pansus mendapat respon positif seluruh fraksi di DPRD. Dimana enam fraksi menyatakan menerima hasil kerja keras Pansus selama beberapa pekan terakhir.***
Komentar