LUWUK, RADAR SULAWESI – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) menanggapi pengaduan warga Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, terkait aktivitas tambang nikel di wilayah mereka.
Kampanye WALHI Sulteng, Wandi, mengatakan, aktivitas tambang nikel telah menimbulkan berbagai dampak buruk, termasuk pencemaran lingkungan, krisis air bersih, deforestasi, dan potensi bencana ekologis.
“Pengaduan yang dilakukan masyarakat Desa Siuna sebagai bentuk kekecewaan atas aktivitas perusahaan tambang nikel yang telah menimbulkan berbagai dampak buruk, mulai dari pencemaran lingkungan, krisis air bersih, deforestasi, hingga potensi bencana ekologis yang terus berulang,” ujar Wandi belum lama ini.
Berdasarkan pemantauan WALHI, lanjut dia, ditemukan adanya dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tambang nikel di Desa Siuna. Pencemaran Sungai di Desa Mayayap menyebabkan air sungai berwarna merah kecokelatan dan tidak layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Kami menemukan adanya dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, yang menyebabkan pencemaran pada Sungai di Desa Mayayap. Air sungai tersebut kini tampak berwarna merah kecokelatan. Kami menduga kuat bahwa kondisi ini disebabkan oleh aktivitas pengerukan dan perusakan kawasan pegunungan di bagian hulu sungai,” jelasnya.
Akibat pencemaran ini, sungai tidak lagi layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, mandi, dan keperluan lainnya. Selain itu, air sungai diduga telah tercemar logam berat yang dapat memicu gangguan kesehatan, seperti iritasi kulit, gatal-gatal, hingga penyakit kulit lainnya.
WALHI juga menemukan bahwa perusahaan-perusahaan tambang nikel di Kabupaten Banggai memiliki catatan buruk dalam pengelolaan lingkungan. Mayoritas praktik pertambangan tidak mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola lingkungan yang baik dan justru menorehkan catatan kerusakan lingkungan yang serius, sebagaimana yang telah terjadi di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.
“Masifnya pemberian izin tambang nikel di Kabupaten Banggai tercermin dari total 24 izin yang telah dikeluarkan, berdasarkan data Momi ESDM tahun 2025. Namun, mayoritas praktik pertambangan tersebut tidak mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola lingkungan yang baik. Sebaliknya, aktivitas tambang nikel justru menorehkan catatan kerusakan lingkungan yang serius,” paparnya.
WALHI Sulawesi Tengah merekomendasikan agar Pemerintah Kabupaten Banggai, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera menjatuhkan sanksi kepada perusahaan tambang nikel yang terbukti mencemari lingkungan.
“WALHI Sulawesi Tengah dengan tegas mendesak Pemerintah Kabupaten Banggai, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera menjatuhkan sanksi kepada perusahaan tambang nikel yang terbukti mencemari lingkungan,” tegasnya.
Jika kerusakan lingkungan di Siuna tidak segera ditangani, WALHI khawatir akan terjadi bencana ekologis yang lebih parah di masa depan. Oleh karena itu, peran aktif pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengambil langkah-langkah strategis, termasuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan tambang nikel.
“Temuan kami di berbagai wilayah lingkar tambang menunjukkan bahwa mayoritas bencana ekologis terjadi saat musim penghujan. Kondisi ini memicu kekhawatiran yang mendalam di tengah masyarakat dan menimbulkan berbagai kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Jika dibiarkan, kejadian serupa sangat mungkin kembali terjadi dalam waktu dekat, terutama apabila pemerintah terus abai dan tidak memberikan peringatan tegas kepada perusahaan tambang,” jelasnya.
Oleh karena itu, WALHI berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menangani kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas tambang nikel di Desa Siuna dan sekitarnya. ***
Komentar