MORUT, RADAR SULAWESI – Kejaksaan Negeri Morowali Utara (Morut) bersama Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan, patut diberikan apresiasi atas pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan mantan Bupati Morowali Utara, MAAS, mantan Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan Tahun 2021, RTS, serta mantan Bendahara Bagian Umum dan Perlengkapan, AT.
Ketiganya digelandang ke kantor Kejaksaan Morut untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana korupsi terkait belanja barang dan jasa pada Bagian Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah Kabupaten Morowali Utara Tahun Anggaran 2021.
Keputusan penetapan tersangka ini didasarkan pada dua alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Morowali Utara, Muhammad Faizal Al Fitrah K, S.H., memaparkan kronologi kasus yang menyeret ketiga tersangka, berdasarkan Surat Penetapan Kepala Kejaksaan Negeri Morowali Utara Nomor 01/P.2.19.7/Fd.1/02/2025 hingga Nomor 03/P.2.19.7/Fd.1/02/2025 yang dikeluarkan pada 6 Februari 2025.
Ketiga tersangka tersebut adalah MAAS, yang menjabat sebagai Bupati Morowali Utara pada tahun 2020-2021, RTS, yang menjabat sebagai Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan pada tahun 2021, serta AT, yang menjabat sebagai Bendahara pada bagian tersebut.
Seiring dengan penetapan tersangka, ketiga pihak yang terlibat juga dijatuhi penahanan selama 20 hari, terhitung sejak 6 Februari hingga 25 Februari 2025, untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Tersangka MAAS ditahan di Rumah Tahanan Polres Morowali Utara, sementara RTS dan AT ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIIb Kolonodale.
Kasus ini bermula pada Januari 2021, ketika Bagian Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah Kabupaten Morowali Utara melakukan pencairan Uang Persediaan (UP) sebesar Rp 900.000.000,- untuk pembayaran belanja barang dan jasa yang bersumber dari APBD. Salah satu pengeluaran yang dicairkan adalah untuk perjalanan dinas dan medical check-up, yang melebihi batas anggaran tahun tersebut, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 539.218.225,-.
Tersangka MAAS selaku Bupati saat itu memerintahkan kepada AT untuk membayar hak-hak yang belum dibayarkan, dengan melibatkan RTS dalam keputusan tersebut. Hasil audit menemukan adanya pembayaran yang tidak sah, yang melebihi ketentuan anggaran yang berlaku.
Kajari Morut, Mahmudin, SH, MH, didampingi Kasi Pidsus Andi Dedy Muhammad Hidayat, SH, dan Kasi Intel Muhammad Faizal, SH, mengungkapkan dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan Negeri Morowali Utara pada Kamis (06/02/2025), bahwa penetapan MAAS, RTS, dan AT sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh dua alat bukti sah, sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHP.
MAAS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kajari Morut Nomor: 01/P.2.19.7/Fd.1/02/2025 tanggal 6 Februari 2025, RTS berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 02/P.2.19.7/Fd.1/02/2025 tanggal 6 Februari 2025, dan AT berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 03/P.2.19.7/Fd.1/02/2025 tanggal 6 Februari 2025.
Kajari Mahmudin menjelaskan lebih lanjut, bahwa kasus ini berawal dari pencairan Uang Persediaan (UP) sebesar Rp 900.000.000 yang dilakukan oleh Bagian Umum dan Perlengkapan Setda Morut pada Januari 2021 untuk membayar Belanja Barang dan Jasa pada Setda Morut Tahun Anggaran 2020-2021.
Dana sebesar Rp 900.000.000 tersebut digunakan untuk kegiatan perjalanan dinas senilai Rp 648.952.189, dengan rincian:
- Perjalanan dinas tahun 2020 yang dibayarkan tahun 2021 sebesar Rp 509.218.225.
- Perjalanan dinas tahun 2021 sebesar Rp 139.733.964.
- Medical Check-Up sebesar Rp 30.000.000.
Hasil pemeriksaan menemukan bahwa MAAS memerintahkan kepada Bendahara AT untuk membayarkan hak-hak yang belum dibayarkan pada tahun 2020 sebesar Rp 450.000.000. Kemudian, AT melaporkan hal tersebut kepada RTS, yang kemudian memerintahkan AT untuk segera membayarkannya. Namun, pembayaran tersebut melanggar ketentuan yang ada.
Komentar