banner 728x250

Tim Lahan Desa dan Pemdes Bunta Klarifikasi Kisruh Lahan Dusun Bungini

  • Bagikan
Ilustrasi (net)
banner 468x60

MORUT, RADAR SULAWESI – Pemerintah Desa (Pemdes) Bunta bersama tim lahan desa memberikan penjelasan terkait pemberitaan yang dianggap menyudutkan pihaknya. Klarifikasi ini disampaikan berdasarkan surat yang tertuang dalam pembebasan lahan Desa Bunta tahun 2021, Nomor 188.45/KPTS-BNT/2001/01/01/2021, yang mengacu pada hasil verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh tim desa bersama pemerintah desa.

banner 728x250

Pada Jumat, 23 Januari 2025, Pemdes Bunta bersama tim lahan desa menceritakan kronologi kisruh terkait lahan di Desa Bunta, Dusun Bungini. Beberapa media di Morut sebelumnya memberitakan adanya dugaan kongkalikong dalam proses pembebasan lahan masyarakat.

Dalam penjelasannya, tim desa mengungkapkan bahwa pada tahun 2003, Saudara T. Mandalele menerbitkan SKPT seluas 35 hektar kepada Saudara YS Adoe. Kemudian, pada 2011, lahan tersebut dijual kepada Ko Rudi seluas 12 hektar. Pada 2019, YS Adoe dan anak-anaknya menjual 20 hektar kepada PT SEI dengan nilai transaksi sebesar 500 juta rupiah.

Selanjutnya, pada tahun yang sama, YS Adoe kembali menjual lahan kepada beberapa pihak, yaitu: 2 hektar kepada Bapak Pede, 2 hektar kepada Bapak Masani, 4 hektar kepada Bapak Hamid, 2 hektar kepada Bapak Kadek, dan 4 hektar kepada Bapak S. Baide. Sehingga total penjualan dari lahan yang berawal dari 35 hektar tersebut mencapai 46 hektar.

Lebih lanjut, YS Adoe kembali melakukan penjualan kepada warga Bali dengan luas tambahan mencapai 58 hektar. Dengan demikian, total luas lahan yang dijual oleh keluarga YS Adoe mencapai 104 hektar.

“Adapun terkait pembayaran tim desa kepada Saudara Alamsyah (anak YS Adoe) sebesar 300 juta rupiah, setelah diidentifikasi, ternyata lahan yang dibebaskan pada tahun 2011 dan 2019 berada di objek yang sama. Oleh karena itu, dana yang telah dibayarkan harus dikembalikan dan dialokasikan kepada pihak yang belum terakomodir,” jelas tim desa.

Terkait klaim atas lahan yang dimiliki oleh Bapak Masani, pihak Pemdes Bunta mengonfirmasi bahwa lahan tersebut benar berada dalam area 35 hektar yang diterbitkan dalam SKPT. Mengenai tuduhan tidak adanya sosialisasi, Pemdes Bunta menegaskan bahwa sosialisasi telah dilakukan melalui pertemuan dengan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat pada Rabu, 25 Agustus 2021.

Sementara itu, surat segel yang mencatatkan luas 80 hektar merupakan bagian dari lahan yang tercatat dalam SKPT 35 hektar. Pemdes Bunta juga menegaskan bahwa masih ada surat SKPT dari tahun 2008 yang mengakui bahwa lahan seluas 80 hektar tersebut adalah milik YS Adoe, yang sudah dijual habis kepada warga Bali. Oleh karena itu, Pemdes Bunta dan tim lahan desa tidak memiliki kewenangan untuk mengakomodasi surat-surat tanah tersebut.

“Apabila ada pihak yang mengklaim lokasi berdasarkan surat yang mereka miliki, kami sarankan untuk langsung mengkomunikasikannya dengan pihak keluarga YS Adoe,” lanjut tim desa.

Pemdes Bunta dan tim lahan desa juga menegaskan bahwa mereka memiliki dokumen yang mendukung data penjualan serta surat pernyataan dari Bapak Junsun Bate, yang mengetahui riwayat subjek dan objek lahan tersebut.

Terkait pemberitaan yang beredar tanpa konfirmasi, tim lahan desa menyatakan bahwa mereka akan mengambil langkah hukum dan menggugat melalui jalur pengadilan.

“Jika ada pihak yang merasa dirugikan atau memiliki klaim terhadap lokasi tersebut, langsung saja menghubungi keluarga YS Adoe,” kata Yusri Kayoa, salah satu anggota tim lahan desa.

Sebagai penutup, tim lahan desa menegaskan bahwa semua permasalahan yang terjadi saat ini adalah kelanjutan dari permasalahan yang ada pada pemerintahan sebelumnya. ***

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *